Senin, 05 September 2016

Tim Buton Timba Ilmu di Sangiran

Anggota Tim Buton, Karsono (kanan) mengikuti Workshop Konservasi Fosil yang diadakan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSM) Sangiran di Hotel Sunan Solo, 26-31 Agustus

PELESTARI fosil purbakala asal Bumiayu, Brebes, Karsono baru-baru ini mengikuti Workshop Konservasi Fosil yang diadakan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran di Hotel Sunan Solo, 26-31 Agustus.

Selama enam hari tersebut, Karsono yang menjadi utusan Tim Buton (wadah pelestari fosil purba di Bumiayu) mengaku mendapatkan pengetahuan tentang cagar budaya, khususnya fosil purbakala.”Banyak ilmu dan pengetahuan yang diperoleh untuk diaplikasikan seiring dengan banyaknya temuan fosil hewan purbakala di wilayah Bumiayu dan sekitarnya,” kata dia, Jumat (2/9) kemarin.

Diceritakan,  selama mengikuti workshop ia mendapatkan materi teori berupa berbagai kebijakan dalam pelestarian cagar budaya, situs prasejarah, teknik konservasi, peraturan dalam pelestarian cagar budaya.  Selain itu, juga praktek lapangan berupa teknik dasar penyelamatan fosil yang dilakukan di dekat Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Bukuran. Kemudian dilanjutkan di laboratorium untuk kegiatan identifikasi, pendokumentasian, registrasi temuan fosil serta konservasi mekanisnya.”Sekarang kami menjadi tahu bagaimana memperlakukan fosil yang baik dan benar, mulai dari penyelamatan sampai dengan konservasinya,” kata dia.

Ditularkan

Menurut Karsono, pengetahuan tentang konservasi fosil tersebut akan ditularkan kepada anggota Tim Buton lainnya. Dengan demikian, anggota menjadi tahu tindakan apa yang harus dilakukan ketika ada temuan fosil baru.”Ketika ada temuan fosil, tidak asal dalam mengangkat atau penyelamatannya. Ada teknik-teknik penyelamatan sehingga fosil yang ditemukan menjadi tidak rusak,” ujarnya.

Koordinator Tim Buton Rizal Rafli berterimakasih karena potensi kepurbakalaan di Bumiayu sudah diperhatikan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta dan BPSMP Sangiran dengan penelitian dan kegiatan konservasi yang sudah dilakukan. Dengan kegiatan tersebut, potensi Bumiayu akan diketahui dan perlindungan terhadap fosil-fosil yang ada dapat dilakukan.”Kami menjadi lebih termotivasi dan semoga ini menjadi sebuah awal bagi pelestarian cagar budaya di Kabupaten Brebes, utamanya di Bumiayu dan sekitarnya,” kata dia. (H51)

Sumber : Suara Merdeka, 3 September 2016

Tim Buton Merawat Fosil Purbakala (2-Habis)

Warga melihat fosil hewan purbakala yang disimpan di Museum Mini Purbakala Buton, di kediaman Rafli Rizal Jalan KH Ahmad Dahlan Bumiayu, Brebes. 

Diwacanakan Akan Dibangun Museum Kepurbakalaan

TIM Buton yang beraktivitas merawat dan menjaga benda purbakala hasil temuan masyarakat di Bumiayu, Brebes tak sekadar keluar masuk hutan untuk mencari jejak-jejak hewan purbakala tersebut.
Guna meningkatkan pengetahuan di bidang kepurbakalaan, Tim Buton juga kerap menambah wawasan melalui internet ataupun literatur-literatur lain. Mereka juga studi ke museum Sangiran di Sragen dan Museum Dayu di Karanganyar. ”Baru-baru ini seluruh anggota tim juga pergi ke situs Semedo di Kabupaten Tegal,” kata Rizal, Koordinator Tim Buton.
Ketika ditanya dari mana dana operasional kegiatan tim, termasuk biaya mengganti jasa penemuan fosil yang ditemukan warga? Rizal menegaskan, dana operasional tim berasal dari swadaya.”Biayanya murni dari tim, ya urunanlah,” katanya tanpa mau menyebutkan nominalnya. Bagaimana dengan perhatian pemerintah? baik Rizal maupun Karsono menyatakan, selama ini ada komunikasi yang baik dengan pemerintah.
”Komunikasi kami dengan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Pemkab Brebes baik. Meski belum berkunjung ke museum mini Tim Buton, Bapak Wijanarto (Kasi Sejarah dan Purbakala) sangat mengapresiasi dan meminta kami menyimpan dan merawat fosil yang sudah ditemukan dengan baik,” ucapnya.
Perhatian juga diberikan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta dan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran.”Mereka bahkan sudah beberapa kali mengunjungi kami,” katanya.
Menurut Rizal, perhatian pemerintah sangat dibutuhkan agar fosilfosil yang ditemukan bisa bermanfaat sebagai media belajar generasi muda. ”Tidak hanya itu, masyarakat juga perlu diberikan penyadaran untuk tidak memperjualbelikan fosilfosil purbakala. Sebab, fosil purbakala merupakan harta karun pengetahuan yang tidak ternilai harganya,” tuturnya.
Bermanfaat
Baik Rizal maupun Karsono Rizal percaya apa yang dilakukan oleh Tim Buton akan bermanfaat dikemudian hari. ”Kami berkomitmen akan terus melakukan kegiatan kepurbakalaan karena berkeyakinan dapat bermanfaat, agar sejarah tetap lestari dan menjadi media belajar untuk generasi sekarang maupun yang akan datang,” ujarnya.
Sementara itu Kasi Sejarah dan Purbakala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Pemkab Brebes, Wijanarto menyatakan, Pemkab Brebes sangat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh warga Bumiayu yang tergabung dalam Tim Buton. ”Sejak penemuan fosil di Bumiayu booming di media pada 2015, kami sudah aktif berkomunikasi dengan Balai Arkeologi Yogyakarta,” ucapnya.
Menurut dia, penemuan fosil di Bumiayu sangat menarik karena berhubungan dengan situs Semedo, Pati Ayam dan Sangiran. ”Fosil di Bumiayu yang paling tertua berumur 1,5 juta tahun dan termuda 500.000 tahun. Hanya saja, di Bumiayu ini belum ditemukan fosil manusia purba,” katanya. Meski belum ditemukan fosil manusia purba, Balai Arkeologi berkeyakinan ada kehidupan manusia purba.
”Hal ini ditandai dengan fosil gajah purba. Gajah purba ini sangat dekat dengan kehidupan manusia purba sehingga dimungkinkan ada kehidupan manusia purba,” paparnya. Lalu bagaimana langkah Pemkab Brebes? Wijanarto menyatakan, saat ini masih menunggu laporan studi yang dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta.
Dalam waktu dekat ini, pihaknya juga akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait situs purbakala yang ada di wilayah selatan Kabupaten Brebes. ”Kalau pun nanti hasil studi menyebutkan harus ada museum, tentunya Pemkab Brebes siap melaksanakan,” tuturnya.
Adapun Camat Bumiayu Urip Rosidik ketika dihubungi mengaku mengetahui kegiatan Tim Buton setelah menerima kedatangan Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta di ruang kerjanya, Mei lalu. ”Kami sangat mengapresiasi mereka yang dengan sukarela meluangkan waktu untuk menjaga dan merawat aset yang menurut kami tidak ternilai harganya,” kata camat.
Dengan dukungan dan respons yang diberikan Balai Arkeologi Yogyakarta, pihaknya mengaku sepakat jika di Kota Kecamatan Bumiayu didirikan Museum Kepurbakalaan untuk menyimpan fosil dan benda purbakala tersebut. Menurutnya, kehadiran museum akan menjadi wisata di Kabupaten Brebes bagian selatan semakin komplit.(Teguh Inpras-15)

Sumber : Suara Merdeka, 4 Agustus 2016

Tim Buton Merawat Fosil Purbakala (1)

Koordinator Tim Buton Rafli Rizal (kanan) dan anggotanya Karsono (kiri) membersihkan fosil rahang dan gigi gajah purba jenis Mastodon dan Stegodon dari kotoran dan debu.


Tim Buton tidak pernah mengenyam pendidikan Arkeologi. Namun kecintaan mereka terhadap penemuan fosil dan benda purbakala di Bumiayu, Brebes menyatukan mereka dalam sebuah wadah yang dinamai Tim Buton. Apa saja aktivitasnya? Berikut ini wartawan Suara Merdeka, Teguh Inpras menuliskannya dalam dua seri mulai hari ini.

Peduli pada Maxila Primata Berumur 900.000 Tahun
TIM Buton merupakan wadah yang berisi sekelompok orang yang peduli tentang pentingnya menyelamatkan fosil atau benda purbakala. Nama ”Buton” sendiri merupakan kependekan dari Bumiayu- Tonjong, dua wilayah di selatan Kabupaten Brebes yang kerap menjadi lokasi penemuan fosil hewan purbakala.

Beranggotakan enam orang, tim ini bekerja sukarela. Tanpa bayaran mereka melakukan aktivitas kepurbakalaan yaitu menemukan, mengumpulkan dan merawat fosil dan benda purbakala. Sekali dalam sepekan, anggota tim berkumpul di rumah koordinator tim, Rafli Rizal di Jalan KH Ahmad Dahlan Bumiayu.

Selain saling bersilaturahmi, kesempatan berkumpul tersebut dimanfaatkan untuk membersihkan seribuan lebih fosil bagian anggota tubuh hewan purbakala yang mereka temukan. ”Tadinya aktivitas kepurbakalaan dilakukan oleh Karsono dan saya sendiri. Namun karena kesamaan tujuan yaitu menyelamatkan fosil purbakala akhirnya kami sepakat membentuk wadah yang dinamai Tim Buton, pada Oktober 2015.

Supaya kegiatan lebih terorganisasi dan fosil-fosil yang ditemukan terdata dengan baik,” tutur Rizal yang ditemui Suara Merdeka di kediamnnya, Selasa (2/8). Menurutnya, dengan cakupan wilayah yang luas, Tim Buton kemudian merekrut empat warga Tonjong yang berdomisili di sekitar lokasi penemuan. Keempat anggota baru itu yakni Kartono, Rodik, Nasikin dan Romi.

Seribuan Fosil

Anggota baru tersebut bertugas untuk mengawasi setiap temuan fosil di masyarakat dan melaporkannya kepada tim- .”Kami memang dituntut rajin mencari informasi termasuk isu-isu yang beredar di kalangan warga terkait penemuan benda-benda bersejarah atau fosil purba sehingga tidak sampai diperjualbelikan oleh warga,” katanya.

Rizal menyatakan, hingga saat ini sudah ada seribuan lebih fosil potongan tubuh hewan purba yang disimpan dalam museum mini Buton. Antara lain rahang gajah purba jenis Mastodon, Stegodon dan Elephas. Kemudian ada rahang badak (Rhinosertidae), Tulang Kerbau (Pelurs Certividae), kepala buaya (Maxila crocodylliae), Gigi Sapi (Incivius bovidae), Kepala dan Tanduk Kerbau (Bubalus paleokarabu).

Kemudian ada juga fosil gigi monyet (Maxila Primata). Balai Arkeologi Yogyakarta menyebut fosil-fosil yang ditemukan tersebut berasal dari kala plestoisen tengah dengan perkiraan umur lebih dari 900.000 tahun. ”Fosil-fosil tersebut ditemukan di daerah aliran Sungai Glagah dan Cisaat wilayah Kecamatan Tonjong antara kurun waktu 2013-2015.

Kalau temuan terakhir (Juli 2016), adalah rahang dan gigi gajah purba Mastodon dan Stegodon di Sungai Glagah Tonjong,” katanya. Menurut Rizal, fosil hewan purbakala tersebut tidak seluruhnya ditemukan oleh tim. Ada beberapa yang ditemukan oleh warga. ”Kalau yang menemukan warga, maka kita mengganti jasa penemuannya.


Pada awalnya susah karena warga meminta harga tinggi, namun setelah kami berikan sosialisasi pada akhirnya warga mau menyerahkan temuannya kepada tim,” kata pemilik toko pakaian ”Batik Anda” di Kecamatan Bumiayu itu.(15)

Sumber : Suara Merdeka, 3 Agustus 2016

BPSMP Sangiran Ekskavasi Temuan Fosil Gajah Purba



Tim BPSMP Sangiran melakukan ekskavasi temuan fosil gajah purba di tebing Sungai Glagah, Kecamatan Tonjong, Brebes.


TIM Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran melakukan ekskavasi temuan fosil gajah purba jenis Sinomastodon di Sungai Glagah, Kecamatan Tonjong, Brebes, Kamis (11/8) kemarin.

Fosil gajah purba tersebut awalnya ditemukan oleh Tim Buton (sebuah wadah para pelestari fosil dan benda purbakala di Bumiayu) pada akhir Juli kemarin. Penemuan tersebut kemudian dilaporkan ke Balar Yogyakarta dan BPSMP Sangiran.“Hari ini (kemarin) kami mengecek informasi tersebut dan ternyata benar. Selanjutnya kami melakukan ekskavasi untuk penyelamatan karena dikhawatirkan akan hilang terbawa banjir,” kata Ketua Tim Ekskavasi BPSMP Sangiran, Albertus Nikko.

Ekskavasi yang dimulai siang hingga sore hari tersebut melibatkan ahli arkeologi, geologi dan tenaga konservasi. Pertama-tama, tim membuat kotak ekskavasi berukuran 3x2 meter di lokasi penemuan. Pada lokasi yang sudah ditandai itulah kemudian dilakukan penggalian dengan sangat hati-hati. Satu persatu-satu fosil yang ditemukan dibersihkan dan dikeringkan untuk didata dan diidentifikasi. Setelahnya, fosil-fosil tersebut dimasukkan dalam kantong plastik.

Nikko menjelaskan, dari ekskavasi tersebut diperoleh 26 fragmen fosil yang antara lain meliputi gigi, tulang belikat dan tulang rusuk. Sedangkan usia fosil tersebut diperkirakan antara 1,5 – 1,2 juta tahun.”Dari fragmen gigi bisa diidentifikasikan sebagai fosil gajah Sinomastodon. Fosil ini akan kami bawa ke rumah Tim Buton untuk dilakukan identifikasi ulang besok (hari ini-red),” katanya.

Koordinator Tim Buton Rafli Rizal didampingi anggotanya Karsono menyatakan fosil gajah purba yang diekskavasi tersebut menambah jumlah fosil hewan purbakala yang sudah ditemukan sebelumnya. Menurutnya, dalam kurun waktu antara 2013-2016, Tim Buton sudah menemukan fosil gajah purba mulai dari sinomastodon, stegodon dan elephas. Selain itu, rahang badak (Rhinosertidae), Tulang Kerbau (pelurs Certividae), kepala buaya (Maxila Crocodylliae), gigi sapi (Incivius Bovidae), kepala dan tanduk Kerbau (Bubalus paleokarabu) dan juga fosil gigi monyet (Maxila Primata). (H51)

Sumber : Suara Merdeka, 12 Agustus 2016

Sabtu, 21 Mei 2016

Sudah 220 Fosil Binatang Purbakala Teridentifikasi



Peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta Shofwan Noerwidi melihat fosil temuan Tim Buton saat berkunjung ke Museum Mini Purbakala yang menempati garasi rumah Rizal Rafli, Jl KH Ahmad Dahlan Bumiayu, Brebes. 




Koordinator Tim Buton Rizal Rafli didampingi anggotanya Karsono menyatakan hasil penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta fosil binatang purba yang ditemukan di wilayah Bumiayu dan Tonjong berasal dari kala plestoisen tengah dengan perkiraan umur lebih dari 900.000 tahun. 

Sampai dengan saat ini, sudah ada 220 fosil bagian tubuh binatang purbakala yang sudah teridentifikasi. Fosil-fosil itu antara lain rahang gajah purba jenis Mastodon, Stegodon, Elephas. Kemudian ada fosil rahang kerbau purba, fosil kepala dan tanduk banteng purba dan gigi badak purba. Selain itu, juga ada empat artefak beliung persegi dengan perkiraan umum 3000 tahun. 

Sebagian fosil tersebut disimpan di museum mini yang menempati rumah Rizal Rafli.”Kami dari Tim Buton memang terus berupaya mencari fosil purbakala untuk disimpan dan dirawat supaya tidak hilang karena diperjualbelikan,” kata Rizal. (Tim Buton)

Fosil Gigi Badak Purba




Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, Sragen, Jawa Tengah, kunjungi Tim Buton

Tim Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, Sragen, Jawa Tengah, foto bersama dengan Tim Buton. Kunjungan pada Jumat, 20 Mei 2016 tersebut  untuk bersilaturahmi sekaligus melihat fosil temuan di Bumiayu-Tonjong (Foto : Suara Merdeka) 

Pemkab Perlu Tindaklanjuti Penemuan Fosil Purbakala

Ahmad Zazuli

ANGGOTA DPRD Brebes Ahmad Zazuli memandang perlu bagi pemerintah kabupaten Brebes untuk menindaklanjuti potensi kepurbakalaan di wilayah Bumiayu dan Tonjong. Sebab, keberadaan fosil-fosil purbakala tersebut dapat menjadi aset yang tak ternilai bagi pemerintah baik daerah maupun pusat. Selain bisa menjadi sumber pendidikan dan pengetahuan, juga bisa menjadi obyek wisata kepurbakalaan.“Jika memang benar adanya potensi tersebut, maka dapat segera dilakukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut,” kata Zazuli.

Zazuli mengaku sudah lama mendengar kabar penemuan fosil binatang purba di wilayah Tonjong tepatnya di Kalijurang dan Galuhtimur. Namun demikian, penemuan tersebut tidak pernah mendapatkan perhatian maksimal. Meski belum pernah ditemukan fosil manusia purba, lanjut Zazuli, keberadaan benda-benda tersebut sepantasnya mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah. “Di daerah lain, pemerintah berlomba-lomba mencari tahu dan menindaklanjuti jika ada penemuan fosil-fosil purbakala. Hal yang sama perlu dilakukan oleh Pemkab Brebes,” katanya.

Didorong

Pada bagian lain, Zazuli  mengapresiasi jiwa dan semangat Karsono dan Rizal Rafli (Tim Buton) yang tidak dimiliki kebanyakan orang.  Oleh karenanya, menurut Zazuli, setiap usaha yang sudah dilakukan harus didukung penuh, termasuk dalam pembuatan museum tempat penyimpanan fosil purbakala.”Ketika warga punya kesadaran untuk membuat museum, pemerintah harus mendorong dan membantunya,” katanya.

Pemerintah,  lanjut Zazuli, juga harus memberikan perhatian lebih mendalam sehingga orang-orang yang peduli terhadap pelestarian benda purbakala nantinya tidak dianggap sebagai pencuri. Agar ada kepastian hukum yang bisa dijadikan pegangan bagi aparat di lapangan, Zazuli meminta kepada Dinas pariwisata, Dinas Pendidikan dan instansi terkait lainnya untuk melakukan kajian dan penelitian terhadap benda-benda purbakala, khususnya di wilayah Kabupaten Brebes.“Hal ini untuk memberikan kepastian hukum bagi pemerintah untuk menindak jika ditemukan adanya pelanggaran hukum dalam setiap kasusnya,” lanjutnya.(H51)

Sumber : Suara Merdeka, Agustus 2015

Pemkab Diminta Merespon Temuan Fosil Purbakala

Peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta Shofwan Noerwidi menjelaskan kepada anak-anak tentang fosil purbakala temuan Tim Buton, di Museum Mini Purbakala, Jl KH Ahmad Dahlan Bumiayu, Brebes


Peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta Gunadi menyatakan pemerintah kabupaten Brebes idealnya merespon niat baik dan kepedulian masyarakat Bumiayu yang sudah menemukan, menyimpan dan merawat fosil hewan purbakala. Hal tersebut disampaikan saat bersilaturahmi dengan warga pelestari benda purbakala di Museum Mini Purbakala Buton yang menempati garasi rumah Rizal Rafli, Jalan KH Ahmad Dahlan Bumiayu, kemarin.

Menurut Gunadi, respon pemerintah bisa dilakukan misalnya dengan melihat langsung temuan sebagai wujud dukungan para penemu. Adapun langkah kedepan terhadap temuan fosil purbakala bisa ditindaklanjuti bersama dengan Balai Arkeologi, Balai Pelestari Cagar Budaya dan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba.“Sangat disayangkan jika potensi kepurbakalaan di Kabupaten Brebes ini hanya disajikan di dalam sebuah garasi,” kata Gunadi didampingi peneliti lainnya Shofwan Noerwedi.

Tindaklanjut dari penemuan fosil purbakala, lanjut Gunadi, tidak selalu harus diikuti dengan membangun museum.”Mungkin situs di Bumiayu ini bisa digabung dengan Semedo, Tegal karena jaraknya yang dekat. Kemudian di Bumiayu bisa dibangun site museum atau museum lapangannya. Untuk mewujudkan itu semua, memang harus ada kemauan dari pemkab setempat,” ujarnya.

Teridentifikasi

Potensi kepurbakalaan di Kabupaten Brebes mulai diungkap oleh sekelompok masyarakat yang menamakan diri sebagai Tim Buton (Bumiayu-Tonjong). Disebut demikian karena fosil-fosil hewan purbakala tersebut ditemukan di wilayah Bumiayu-Tonjong. Koordinator Tim Buton Rizal Rafli menyatakan hingga saat ini sudah ada ribuan fosil bagian tubuh binatang purba yang ditemukan.

Dari jumlah itu, 220 fosil binatang purba telah diidentifikasi mulai dari fosil rahang gajah purba jenis Mastodon, Stegodon dan Elephas. Kemudian ada fosil rahang kerbau purba, fosil kepala dan tanduk banteng purba dan gigi badak purba. “Balai Arkeologi Yogyakarta menyebut fosil-fosil tersebut berasal dari kala plestoisen tengah dengan perkiraan umur lebih dari 900.000 tahun,” kata Rizal.Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Tim Buton semata-mata adalah untuk menjaga dan merawat agar benda purbakala tidak hilang diperjualbelikan.(H51)

Sumber : Suara Merdeka, Selasa 17 Mei 2016

Banyak Temuan Fosil, Pemkab Belum Tanggap


Peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta mengamati fosil binatang purbakala yang ditemukan dan disimpan di Museum Mini Purbakala Bumiayu, Jl KH Ahmad Dahlan Bumiayu, Brebes.


Ribuan potongan fosil binatang purba masih terus ditemukan di wilayah Kecamatan Bumiayu dan Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Meski begitu belum ada tanggapan dan tindak lanjut dari pemerintah kabupaten setempat.

Peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Drs Gunadi MHum mengatakan, fosil-fosil binatang purba yang ditemukan oleh warga di sekitar Bumiayu dan Yonjong, merupakan benda-benda bersejarah yang sangat tinggi nilainya dan perlu dijaga situsnya agar tidak rusak atau hilang."Fosil itu usianya jutaan tahun dan perlu dijaga dan dijadikan sebagai daerah cagar budaya," ujarnya saat berkunjung di salah satu rumah warga di Kecamatan Bumiayu yang menyimpan ribuan ptong fosil itu, Senin 16 Mei 2016.

Menurutnya, sebagai peneliti dari Balai Arkelogi, pihaknya sangat berterimakasih kepada warga yang telah sukarela melakukan pencarian dan pengamanan fosil-fosil tersebut. Kepedulian warga itu mesti diapresiasi dan ada tindak lanjut dari pemerintah setempat melalui dinas terkait."Bagi Kabupaten Brebes, adanya penemuan fosil itu sangat berarti karena bernilai nasional bahkan internasional," kata Gunadi.

Dikatakan, pelestarian terhadap situs-situs atau tempat-tempat penemuan fosil itu perlu dilestarikan karena akan berarti bagi ilmu pengetahun. Bahkan nantinya dapat menjadi tempat tujuan para peneliti baik dari dalam negeri maupun luar negeri."Pemerintah kabupaten kemungkinan belum yakin dengan adanya fosil-fosil tersebut, sehingga perlu ada pihak yang dapat meyakinkannya," terang Gunadi.

Masih menurut Gunadi, niat baik warga yang telah berupaya menyelamatkan fosil-foasil itu perlu didukung melalui manajerial dari pemerintah kabupaten. Dukungan fasilitas sangat dibutuhkan sehingga mengingat agar benda-benda itu tetap aman dan terjaga."Selama ini fosil-fosil itu hanya diletakkan di tempat seadanya, sehingga perlu didukung dengan fasilitas yang memadai, karena sudah mulai banyak yang tertarik," tanadas Gunadi.

Sebelumnya, Balai Arkeologi Yogyakarta juga melakukan survei terhadap temuan ribuan potongan fosil hewan purba di wilayah Kecamatan Bumiayu dan Tonjong tersebut. Survei terhadap temuan fosil hewan purba yang berumur jutaan tahun itu, untuk memastikan keasliannya"Kami melakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum meneliti. Kami ingin secepatnya untuk memastikan kondisinya seperti apa dahulu," kata Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, Siswanto MA beberpa waktu lalu.

Temuan beberapa fosil di sekitar aliran sungai yang ada di Kecamatan Bumiayu dan Kecamatan Tonjong sudah dipastikan fosil dari hewan-hewan zaman dahulu dan telah berusia antarara 900 ribu tahun sampai 1,1 juta tahun. Fosil itu di antaranya fosil gajah, rusa, kura-kura darat dan jenis bovid atau beberapa spesies purba."Fosil-fosil ini tergolong plestosen tengah atau diperkirakan berumur lebih dari 900 ribu tahun lebih," ujar Siswanto.

Adanya temuan fosil-fosil itu menunjukkan di Bumiayu dan sekitarnya telah menjadi tempat kehidupan makhluk purba. Kondisi itu semakin jelas ketika adanya sumber-sumber kehidupan atau ketersediaan makanan dan kemungkinan juga adanya kehidupan di zaman purba."Saatnya nanti akan terbukti, tinggal waktunya saja kapan ada temuan lagi yang akan membuktikan adanya kehidupan purba di Bumiayu ini," ungkap Siswanto Siwanto yang melakukan survei bersama peneliti, Sofwan Noerwidi.

Adanya temuan-temuan fosil itu perlu dilakukan upaya untuk menjadikan sebagai monumental di Bumiayu. Balai arkeologi Yogyakarta juga akan melakukan langkah lebih lanjut, karenanya diharapkan jika ada temuan lebih lanjut segera dilaporkan dan lokasi penemuan tetap dijaga.Perlu diketahui, fosil-fosil tersebut merupakan temuan Karsono yang tinggal di Desa Dukuhturi, Kecamatan Bumiayu.

Fosil-fosil hewan purba itu ditemukan di beberapa titik di wilayah Kecamatan Bumiayu dan Kecamatan Tonjong, sehingga disebut dengan situs Buton atau Bumiayu - Tonjong. Fosil-fosil yang telah mengeras dan membatu itu ditemukan diantara di sekitar aliran Sungai Glagah dan Sungai Putih."Fosil kami temukan di beberapa tempat, seperti Sungai Glagah dan Sungai Putih," kata Karsono yang sangat senang mencari benda-benda tersebut.

Menurut Karsono, apa yang dilakukan dan juga penemuannya tatas fosil-fosil itu telah diketahui oleh pemerintah kabupaten Brebes. Intansi terkait, bagian kepurbakalaan juga telah mengetahuinya, tetapi belum ada tindak lanjut."Katanya mau diliat tetapi sampai saat ini belu pernah datang melihat," pungkas Karsono (Zaenal Muttaqin)

Sumber : panturanews.com, Senin 16 Mei 2016

Balai Arkeologi Yogyakarta Teliti Temuan Fosil Purbakala di Bumiayu


Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto (kiri) bersama staf peneliti Sofwan (kanan) mengidentifikasi fosil-fosil binatang purbakala temuan Tim Buton. 

Tim Balai Arkeologi Yogyakarta meneliti fosil-fosil binatang purba yang ditemukan Karsono, warga Desa Dukuhturi, Kecamatan Bumiayu, Brebes, Kamis (29/10) kemarin. Hasilnya, fosil tersebut berasal dari masa pleistosen tengah yang berusia sekitar 1,1 juta tahun sampai 900.000 tahun.

Tim yang dipimpin langsung Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto tiba di rumah Karsono sekitar pukul 11.00. Di lokasi tim langsung mengidentifikasi fosil-fosil yang ada. Setiap fosil diklasifikasi sesuai jenis dan lokasi penemuannya untuk kemudian disimpan dalam kantong plastik.“Kami mengapresiasi penemuan fosil yang kemudian dikumpulkan dan dijaga oleh Karsono. Ini akan menjadi bahan penelitian balai arkeologi bahwa di Bumiayu ada peninggalan kala pleistosen tengah,” kata dia.

Menurutnya, penemuan fosil tersebut menunjukkan bahwa Bumiayu pada masa lalu merupakan lingkungan yang potensial sehingga menjadi habibat binatang purba. ”Dengan adanya binatang purba, diyakini juga ada kehidupan manusia dan budayanya. Untuk menemukan fosil manusia purba (homo erectus) dan artefaknya (peninggalan budaya), saya kira tinggal menunggu waktu saja,” kata Siswanto seraya menantang Karsono untuk menemukan fosil manusia purba dan artefaknya.

Siswanto menyatakan, jika tiga peninggalan masa lalu yakni lingkungan (fauna), manusia dan budaya ditemukan, maka bisa dibangun museum purbakala seperti halnya di Semedo, Tegal.“Tentunya kami juga berharap di Bumiayu ini ada bangunan monumental berupa museum sebagai sumber pengetahuan yang didatangi warga dari belahan dunia,” ujarnya.

Untuk Pengetahuan

Pada bagian lain, Siswanto mengimbau kepada warga untuk melapor jika menemukan fosil purbakala. Selanjutnya tim Balai Arkeologi Yogyakarta akan ke lokasi untuk melakukan penelitian lebih seksama.

Karsono menyatakan fosil-fosil binatang purba tersebut ditemukan di aliran sungai wilayah Bumiayu dan Tonjong dalam kurun dua waktu terakhir. Sebelum Tim Arkeologi Yogyakarta datang, ia dibantu oleh mahasiswa Geologi UPN Yogyakarta untuk mengidentifikasi fosil temuannya tersebut.“Karena fosil-fosil ini ditemukan di dua lokasi, saya menyebutnya situs Buton (Bumiayu-Tonjong-red),” katanya. Menurutnya, fosil-fosil temuannya tersebut dikumpulkan bukan untuk dikomersilkan, akan tetapi disimpan untuk kepentingan pendidikan dan pengetahuan. Dia berkeyakinan, jika potensi kepurbakalaan yang ada di Bumiayu dan Tonjong digali tidak hanya akan bermanfaat bagi pendidikan tetapi juga perekonomian masyarakat.(H51)

Sumber : Suara Merdeka

Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta Identifikasi Fosil Temuan Tim Buton

Muhammad Wildan Fadilah, mahasiswa Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta (kiri) membantu mengidentifikasi sekaligus memberikan semangat kepada Tim Buton untuk menjaga, menyimpan dan merawat fosil binatang purbakala, Juli 2015

 
 

Simpan Ratusan Fosil di Toko Pakaian

Rizal Rafli, Koordinator Tim Buton menunjukkan fosil kepala dan tanduk kerbau purba (Bubalus Palaeokarabu)
RIZAL RAFLI (48) bukanlah seorang arkeolog. Namun kecintaannya kepada benda atau fosil purbakala membuat banyak orang, termasuk keluarganya menggelengkan kepala. Membentuk Tim Buton, pedagang pakaian yang tinggal di Jalan KH Ahmad Dahlan, Desa Kalierang, Kecamatan Bumiayu, Brebes ini mencoba mengungkap jejak kepurbakalaan di tanah kelahirannya.

Siang kemarin, ditengah kesibukkannya berdagang, Rizal menyambut ramah kedatangan Suara Merdeka ke tempat usahanya toko “Batik Anda” di Jl Diponegoro Bumiayu. Sejurus kemudian, bapak empat anak itu langsung mengajak ke sebuah kamar di lantai atas tokonya untuk memperlihatkan ratusan fosil binatang purbakala. Ya, kamar berukuran lebih kurang 4x4 meter tersebut dijadikan sebagai tempat penyimpanan sementara benda-benda yang disebutnya sebagai harta karun pengetahuan tersebut.“Sementara kita simpan di sini (kamar) dulu. Alhamdulillah istri juga mendukung kegiatan kepurbakalaan yang kita lakukan,” katanya.

Ketertarikannya akan kepurbakalaan diakui Rizal diawali dengan perkenalannya dengan Karsono yang dikenal sebagai “pemburu” fosil. Bersamanya, Rizal kemudian mendirikan Tim Buton. Dinamai demikian karena fosil-fosil binatang purba banyak ditemukan di daerah Bumiayu dan Tonjong.“Tujuan kami hanya satu, menyelamatkan benda atau fosil purbakala supaya tidak hilang karena diperjualbelikan,” ujarnya.

Pada awalnya, banyak orang yang memandang sebelah mata aktivitas berburu fosil purba. Namun bersama Karsono, Rizal bergeming hingga akhirnya pengakuan datang dari mahasiswa Geologi UPN dan Balai Arkeologi Yogyakarta pada Oktober 2015 atau dua tahun setelah aktivitas kepurbakalaan dilakoni. Lantas dari mana pengetahuan mendeteksi benda purbakala? Rizal yang semasa muda menempuh pendidikan Akademi Manejemen Indonesia dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Dahulu IAIN) menegaskan belajar dari literatur-literatur yang diunduh dari internet. Selain itu, juga melakukan studi ke museum Sangiran di Sragen dan Museum Dayu di Karanganyar dan selalu berkomunikasi dengan Balai Arkeologi Yogyakarta.“Setiap yang kami temukan selalu kami kirim fotonya ke Pak Siswanto (Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta-red). Beliaulah yang selalu menyemangati kami,” kata suami Retno Widyastuti itu.

Mencari Informasi

Tim Buton, ungkap Rizal, tidak hanya menjelajah keluar masuk hutan dan sungai untuk menemukan fosil purba. Tetapi juga memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk ikut menjaga dan melestarikan fosil purba atau benda bersejarah lainnya. Selain itu, juga bergerak aktif mengawasi setiap temuan fosil oleh masyarakat. Dalam upaya ini, anggota tim dituntut rajin mencari informasi termasuk isu-isu yang beredar di kalangan warga terkait penemuan benda-benda bersejarah atau fosil purba.“Kalau yang menemukan masyarakat, kita ganti jasa penemuannya. Meski awalnya susah, pada akhirnya masyarakat mau menyerahkan temuannya kepada kami,” kata Rizal. Mengganti jasa temuan, menurut Rizal, harus dilakukan. Sebab bila tidak, fosil-fosil tersebut bisa saja diperjualbelikan karena kena bujuk rayu para kolektor.”Ya memang harus demikian (mengganti jasa temuan). Sebagai uang lelah warga yang menemukan,” katanya.

Hingga saat ini, sudah ada 220 fosil bagian tubuh binatang purba yang sudah diidentifikasi oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Antara lain fosil rahang gajah purba jenis mastodon, stegodon dan elephas, fosil kepala dan tanduk banteng purba dan gigi badak purba. “Balai Arkeologi menyebutkan fosil-fosil di Bumiayu berasal dari kala plestoisen tengah dengan perkiraan umur lebih dari 900.000 tahun,” kata Rizal. Selain itu, Tim Buton juga menyimpan empat artefak berupa kapak beliung yang diperkirakan berumur 3000 tahun.

Menurut Rizal, keberadaan fosil tersebut menunjukkan bahwa wilayah Bumiayu dan sekitarnya pada kala itu merupakan wilayah potensial baik dari sisi lingkungan maupun ketersediaan makanan sehingga bisa menjadi habibat binatang. Rizal optimistis, tidak menutup kemungkinan juga adanya kehidupan manusia purba (homo erectus). “Saya yakin pada saatnya nanti (kehidupan manusia purba) akan terungkap,” ujarnya.  Agar fosil purba bisa dilihat oleh masyarakat, terutama pelajar sebagai media belajar, tim Buton tengah mempertimbangkan untuk membangun museum mini secara swadaya.“Saat ini kita tengah kumpulkan dananya dulu. Kami juga sangat wellcome jika Pemkab bersedia membangun museum karena ini semua (fosil purba) untuk memperkaya khasanah pengetahuan anak-anak kita,” ujarnya. (H51)

Sumber : Suara Merdeka 14 Januari 2016

Karsono Tolak Jual Fosil Meski Diiming-Imingi Harga Tinggi

Karsono, anggota Tim Buton memperlihatkan fosil binatang purbakala, 31 Juli 2015

IMING-iming uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah tak menggoyahkan pendirian Karsono. Puluhan fosil binatang purbakala temuannya tetap disimpan di dalam rumah kontrakannya yang sangat sederhana di Desa Dukuhturi RT 02 RW 04 Kecamatan Bumiayu, Brebes. Pria 47 tahun tersebut yakin, benda temuannya akan bermanfaat untuk pengetahuan dikemudian hari.

Sudah lebih dari tiga tahun ini, Karsono melakoni aktivitas yang jarang dilakukan orang kebanyakan, yaitu berburu fosil purbakala. Benda purbakala yang ditemukan kemudian dia simpan rapi di dalam rumahnya yang hanya beralaskan karpet plastik. Secara berkala, benda-benda tersebut dibersihkan dan dijemur di halaman rumahnya. “Ada beberapa yang datang membeli dengan harga tinggi, tapi saya tolak,” katanya.

Menurut Karsono, benda-benda purbakala tersebut ditemukan di wilayah Bumiayu bagian barat hingga ke utara wilayah Tonjong. Yang paling sering ditemukan adalah fosil binatang purba seperti gajah, badak dan kerbau. Lokasi penemuan berada di aliran dan tebing sungai. Bagaimana mengidentifikasi suatu lokasi terdapat fosil? Karsono hanya tersenyum.“Yah pokoknya saya tahu saja,” kata dia.

Adapun untuk mengidentifikasi benda purbakala temuannya, Karsono mengaku dibantu oleh Muhammad Wildan Fadilah seorang mahasiswa Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta.“Dia (Wildan-red) sangat tertarik dan membantu mengidentifikasi benda-benda purbakala temuan saya. Pun demikian dengan dosennya yang pernah berkunjung rumah, mendukung saya,” ungkap Karsono.

Perhatian

Karsono mengharapkan, pemerintah kabupaten bisa memberikan perhatian terhadap potensi-potensi yang menyangkut kepurbakalaan seperti halnya Pemkab Tegal dengan Museum Situs Semedo-nya.”Saya sangat yakin akan potensi (kepurbakalaan-red) itu. Pemerintah bisa membuat museum untuk pengetahuan dan pendidikan anak-anak,” katanya.

Muhammad Wildan Fadilah mengamini potensi kepurbakalaan di wilayah Kabupaten Brebes. Menurut dia, kawasan sebelah barat Gunung Slamet tepatnya di utara Bumiayu merupakan salah satu lokasi lokasi penemuan fosil-fosil binatang purbakala.“Situs Bumiayu sudah masuk dalam literatur kepurbakalaan. Lokasi Situs Bumiayu sendiri  terletak di Desa/Kecamatan Tonjong dan sekitarnya atau lebih kurang 9 kilometer ke utara dari Bumiayu,” kata Wildan

Pada 2005 ditemukan tengkorak gajah purba di Dukuh Makam Dawa Desa Galuhtimur. Kemudian 2007 ditemukan fosil gading gajah purba. Fosil lain yang pernah ditemukan adalah tempurung kura-kura raksasa. Saat ini, berada di Museum Geologi Bandung.“Jika potensi kepurbakalaan ini digarap secara maksimal tentunya bisa menjadi ladang pengetahuan dan tempat wisata bagi yang ingin mengetahui kehidupan masa purba,” kata dia. (H51)


Sumber : Suara Merdeka, 8 Agustus 2015

Balai Arkeologi Yogyakarta Meneliti Fosil Binatang Purbakala Temuan Tim Buton




Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto (kiri) dan anggotanya Shofwan Noerwedi (kanan) meneliti fosil binatang purbakala temuan Tim Buton, Bumiayu, Brebes, 29 Oktober 2015

Jumat, 20 Mei 2016

Fosil Kerbau

Fosil Kerbau Purba

Fosil Rahang Atas Jenis Stagegodon

Fosil Rahang Atas Gajah Jenis Stagegodon

Rabu, 18 Mei 2016

G.H.R. von KOENIGSWALD (1902 – 1981)

Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, keturunan Jerman-Denmark yang lahir di Berlin, adalah seorang ahli paleontologi manusia purba dan kebudayaannya. Von Koenigswald belajar geologi dan paleontologi di Berlin, Tubingen, Koln, hingga meraih gelar doktor dalam bidang geologi di Munchen pada tahun 1928. 

Von Koenigswald telah menjelajahi P. Jawa, memasuki gua manusia Peking, mengacak-acak toko obat Cina serta menelusuri lembah Olduvai di stepa Serengeti Afrika Utara, untuk mengumpulkan fosil yang ia perlukan untuk penyelidikannya. Catatan-catatan harian yang dibuatnya, setelah diperbaiki dan diberi tambahan di sana-sini agar pembaca awam lebih mudah menyelami lika-liku ilmu geologi dan prasejarah, akhirnya dituangkan dalam bukunya yang terkenal Speurtocht in de prehistorie, ontmoetingen met onze voorouders (Penelusuran di zaman prasejarah, perjumpaan dengan nenek moyang kita).

Pada tahun 1931 Von Koenigswald tiba di Hindia Belanda (Nusantara) dan langsung melakukan penelitian-penelitian yang terarah pada stratigrafi Pliosen-Plistosen di P. Jawa. Antara tahun 1932-1933 dia melakukan penggalian untuk penyelidikan paleontologi di daerah Ngandong, Blora, Jawa Tengah, dan menemukan fosil manusia purba yang diberi nama Homo erectus soloensis. Penyelidikan selanjutnya dilakukan di daerah situs Sangiran, Sragen, Jawa Tengah antara tahun 1934-1941. Di daerah itu von Koenigswald menemukan gigi rahang yang sudah lepas yang kemudian diketahui dari spesies Homo modjokertensis, tengkorak dari spesies Pithecanthropus erectus, serta rahang atas dan bawah dari spesies Meganthropus palaeojavanicus.

Di bidang prasejarah, von Koenigswald dikenal dengan penemuannya yang berupa perkakas manusia purba berupa serpihan obsidian di dataran tinggi Bandung (1931). Pada tahun 1933 Di daerah Punung, Pacitan, Jawa Tengah (sekarang masuk wilayah Jawa Timur) dia menemukan piranti yang digolongkan sebagai Pacitanan, dan di daerah Sangiran (1934) menemukan serpihan rijang.

Von Koenigswald adalah ahli paleontologi yang sangat banyak berkarya. Karya ilmiahnya yang berjumlah lebih dari 300 judul, sebagian besar membahas tentang hasil penemuannya di P. Jawa.

Dalam tulisannya perihal manusia purba, ia membahas tentang: taksonomi, morfologi, bahan makanan, tata lingkungan, migrasi, dan banyak yang menyangkut teori penting dalam evolusi manusia. Dari hasil-hasil penyelidikannya, dapat ditemukan pengabadian namanya di dalam nama beberapa binatang mamalia purba. Di daerah Ngandong, ia menemukan jenis Artiodactyla yang diberi nama Sus terhaari von koenigswald dan rusa purba Cervus javanicus von koenigswald. Dari daerah-daerah lain, von Koenigswald juga menulis hasil penyelidikannya tentang fosil primata dan fosil manusia purba dari Afrika, Eropa dan dari Australia. Hasil penyelidikan dari daerah-daerah itu meliputi: Oreopithecus, Ramapithecus, Sivapithecus, Dryopithecus, dan manusia purba Neanderthal.

R.W. van BEMMELEN (1904 – 1983)

Reinout Willem van Bemmelen lahir di Batavia pada tanggal 14 April 1904 dan wafat di Unterpirkach (Austria) pada tanggal 19 November 1983. Masa kecilnya dihabiskan di Hindia Belanda, dan pada usia 17 tahun dia berangkat ke Belanda untuk menuntut ilmu di Universitas Delft. Van Bemmelen menyelesaikan studinya pada tahun 1927 dengan meraih gelar doktor melalui disertasinya yang berjudul Bijdrage tot de Geologie der Betische Ketens in de provincie Granada (Contribution to the Geology of Baetic chains in Granada province)

Setelah promosi, pemuda van Bemmelen bekerja pada Opsporingdienst van den Mijnbouw di Hindia Belanda pada Perpetaan Sumatra dan Jawa. Kegemarannya dalam bidang geologi dan kemampuan belajar yang luar biasa, membuatnya mencurahkan pikirannya terhadap banyak bidang di luar pekerjaan sehari-harinya. Pada beberapa tahun pertama ini telah tumbuh benih pemikiran geotektonikanya, yakni teori Undasi (1932). Selain itu juga dia telah mulai merumuskan sebuah karya besar yang kelak menjadi pedoman baku bagi penelitian geologi di Indonesia, yaitu bukunya The Geology of Indonesia. Buku ini hingga sekarang masih digunakan sebagai acuan di kalangan para ahli geologi Indonesia. Manuskrip pertama buku ini sebenarnya hilang pada waktu Perang Dunia II, namun van Bemmelen mampu menulis ulang semuanya dan akhirnya buku itu terbit pada tahun 1949. Ini merupakan suatu prestasi yang luar biasa. Suatu bukti bukan saja dari kekuatan mental dan ketekunannya, melainkan juga dari kesadaran akan kewajibannya kepada Opsporingdienst dan kepada semua yang pernah bekerja dalam bidang geologi di Hindia Belanda (Soekamto, drr.).

Tim Buton, Pelestari Benda Purbakala Bumiayu-Tonjong

TIM Buton merupakan wadah para pelestari fosil purba di Kecamatan Bumiayu, Brebes, yang aktif melakukan kegiataan kepurbakalaan, dalam hal ini mencari, menemukan, menyimpan dan merawat benda atau fosil purbakala. Nama Buton sendiri merupakan singkatan dari wilayah (kecamatan) Bumiayu dan Tonjong. Disebut demikian karena benda maupun fosil binatang purbakala tersebut banyak ditemukan di dua wilayah tersebut. Tim Buton pada awalnya lahir dari kegigihan dan semangat Karsono, warga Desa Dukuhturi, Kecamatan Bumiayu, Brebes dalam melakukan kegiatan kepurbakalaan. Semangat dan kegigihan Karsono kemudian didukung oleh H Rizal Rafli yang merasa terpanggil melihat benda-benda purbakala yang merupakan aset pengetahuan tersebut tidak terkelola dengan baik. Kegigihan Tim Buton dalam melakukan kegiatan kepurbakalaan mulai mendapatkan titik terang setelah dosen dan mahasiswa Fakultas Geologi Universitas Pembangunan Yogyakarta (UPN) datang melihat temuan Tim Buton. Rombongan yang datang pada Agustus 2015 tersebut memastikan bahwa temuan Tim Buton merupakan fosil binatang purbakala. Dua bulan kemudian, tepatnya di penghujung bulan Oktober 2015, Balai Arkeologi Yogyakarta datang untuk meneliti fosil tersebut pada Oktober 2015. 

Hingga saat ini sudah ada 220 fosil binatang purba yang sudah diidentifikasi. Balai Arkeologi Yogyakarta menyebut fosil-fosil yang ditemukan di wilayah Bumiayu dan sekitarnya tersebut berasal dari kala plestoisen tengah dengan perkiraan umur lebih dari 900.000 tahun. Fosil binatang purba itu antara lain fosil rahang gajah purba jenis Mastodon, Stegodon dan Elephas. Kemudian ada fosil rahang kerbau purba, fosil kepala dan tanduk banteng purba dan gigi badak purba. Selain itu juga ada peninggalan budaya berupa empat beliung persegi yang diperkirakan berumur 3000 tahun. Sosialisasi Tim Buton saat ini menempati rumah H Rizal Rafli di Jalan KH Ahmad Dahlan, tepatnya di depan RSUD Bumiayu sebagai sekretariat.

Untuk menyimpan benda atau fosil binatang purbakala yang mencapai ribuan tersebut, H Rizal Rafli rela mengubah bagian garasinya untuk menyimpan benda purbakala tersebut. Selain melakukan kegiatan kepurbakalaan, tim Buton juga sesekali melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak memperjualbelikan benda-benda purbakala yang ditemukan. Bagi Tim Buton, hal ini penting karena benda atau fosil purbakala merupakan harta karun pengetahuan yang tidak ternilai bagi generasi yang akan datang. Tim Buton berkomitmen akan terus melakukan kegiatan kepurbakalaan karena berkeyakinan dapat bermanfaat,agar sejarah tetap lestari dan menjadi media belajar untuk generasi mendatang. (Tim Buton)